Selama periode inflasi, nilai aktiva yang dicatat
sebesar biaya akuisisi awalnya jarang mencerminkan nilai terkininya (yang lebih
tinggi).
Ketidak akuratan pengukuran ini mendistorsi
(1) proyeksi keuangan yang didasarkan pada data seri
waktu historis
(2) anggaran yang menjadi dasar pengukuran kinerja
dan
(3) data kinerja yang tidak dapat mengisolasi
pengaruh inflasi yang tidak dapat dikendalikan.
Laba yang dinilai lebih pada gilirannya akan
menyebabkan :
- Kenaikan dalam proporsi pajak
- Permintaan dividen lebih banyak dari pemegang
saham
-Permintaan
gaji dan upah yang lebih tinggi dari para pekerja
- Tindakan yang merugikan dari negara tuan rumah
(seperti pengenaan pajak keuntungan yang sangat besar).
Kegagalan untuk menyesuaikan data keuangan
perusahaan terhadap perubahan dalam daya beli unit moneter juga menimbulkan
kesulitan bagi pembaca laporan keuangan untuk menginterpretasikan dan
membandingkan kinerja operasi perusahaan yang dilaporkan. Dalam periode
inflasi, pendapatan umumnya dinyatakan dalam mata uang dengan daya beli umum
yang lebih rendah (yaitu daya beli periode kini), yang kemudian diterapkan
terhadap beban terkait. Prosedur akuntansi yang konvesional juga mengabaikan
keuntungan dan kerugian daya beli yang timbul dari kepemilikan kas
(ekuivalennya) selama periode inflasi.
Oleh karena itu, mengakui pengaruh inflasi secara
eksplisit berguna dilakukan karena :
1. Pengaruh perubahan harga sebagian bergantung pada
transaksi dan keadaan yang dihadapi suatu perusahaan.
2. Mengelola masalah yang ditimbulkan oleh perubahan
harga bergantung pada pemahaman yang akurat atas masalah tersebut.
3. Laporan dari para manajer mengenai permasalahan
yang disebabkan oleh perubahan harga lebih mudah dipercaya apabila kalangan
usaha menerbitkan informasi keuangan yang membahas masalah-masalah tersebut.
sumber :
https://docs.google.com/document/d/1juHVtLHSoilB_Y9RvnS7q0a5U3s56OU2DFkttRYbB3I/edit?pli=1#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar